Latar belakang Masalah
Kemiskinan dan Zakat
Kemiskinan
dengan segala dimensinya merupakan permasalahan yang harus diatasi melalui
program pemerintah dan partisipasi semua elemen masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statisktik (BPS) Pada
bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta
orang (10,12 persen).[1]
Menurut
UNICEF, kemiskinan sebagai ketidak milikan hal-hal kebutuhan manusia seperti
kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa lainnya yang dapat menghindari dari
kemiskinan. Rovalion menyatakan dalam dekade 1970an merumuskan garis kemiskinan
(proverty line) untuk menentukan tingkat
pendapatan minimum untuk mencukupi kebutuhan fisik dasar seseorang berupa
makanan, pakaian, dan perumahan sehingga dapat menjamin kelangsungan hidupnya.[2]
Kemiskinan
yang terjadi akan menjadi jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Padahal dalam
Islam telah mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik dan saling membantu
kepada sesama, tidak terkecuali terhadap orang miskin dengan memberikan sedikit
harta kita berupa zakat. Zakat di harapkan dapat meminimalisir kesenjangan
pendapatan antara orang kaya dan miskin. Di samping itu zakat juga dapat di
harapkan meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat, baik itu pada
level individu maupun sosial masyarakat.
Problematika
kehidupan ummat Islam sangatlah kompleks, kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan merupakan potret sebagian besar bangsa Indonesia yang mayoritas
adalah umat Islam.
Salah satu ajaran Islam
yang di tangani dengan serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara
pengoptimalan pemberdayaan dan penyaluran dana zakat. Karena salah satu
instrument keuangan islam adalah dana zakat.
Dalam problematika
keuangan, zakat muncul menjadi instrument yang solutif. Zakat sebagai
instrument pembangunan perekonomian dan pengentasan kemiskinan umat di daerah,
zakat juga memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fiskal konvensional
lainnya yang telah ada.
Zakat merupakan
kewajiban orang kaya yang memiliki harta kepada orang miskin yang merupakan hak
orang miskin. Maka zakat dapat befungsi untuk membantu, menolong dan membina
mereka, terutama yang fakir miskin kearah kehidupan yang baik dan sejahtera,
sehingga mereka dapat memenuhi kehidupannya dengan layak dan dapat beribadah
kepada Allah SWT dengan baik.
Dalam surat At-Taubah
Ayat 103.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيم
Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (At-Taubah 103).
Allah SWT menyuruh dan
meminta untuk mengambil zakat dari sebagian harta muzakki dan perintah
zakat itu merupakan suatu paksaan. Islam pun telah mengajarkan disamping
memenuhi kebutuhan individu, seharusnya memainkan peran menyebarkan kebaikan
dengan cara menolong orang lain. Islam mengajarkan setiap orang bisa dan
seharusnya memberikan sumbangan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Zakat sangat erat kaitannya
dengan masalah bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang
moral, zakat mengikis
sifat ketamakan dan keserakahan orang kaya.
Dalam bidang sosial,
zakat bertindak sebagai alat khas
yang diberikan Islam untuk menghapus
kemiskinan dari masyarakat dengan
menyadarkan orang kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki.
Sedangkan di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan yang berlebihan di tangan segelintir orang.[3] Penyaluran zakat berguna sebagai pemberdayaan ekonomi umat. Lebih lanjut, potensi zakat cukup besar untuk pemberdayaan ekonomi umat, memberantas kemiskinan, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesehatan umat, meningkatkan
kualitas pendidikan umat, dan
sebagainya. Hal ini
juga termaktub dalam
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bahwa
yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim
atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syari’at.
Oleh karena itu, zakat dapat
berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi
umat Islam. Selain
itu, tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif,
akan tetapi mempunyai tujuan yang lebih
permanen yaitu mengentaskan kemiskinan. Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
menyatakan bahwa pengelolaan dan
zakat memiliki beberapa tujuan. Pertama,meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat. Kedua, meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Wajar apabila Islam mewajibkan dari kekayaan yang di investasikan
dan diperoleh dari perdagangan agar dikeluarkan zakatnya setiap tahun, sebagai
tanda rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, membayarkan hak
orang-orang yang berhak atasnya, dan ikut berpartisipasi untuk kemaslahatan umum
demi Agama dan Negara.
Permasalahan yang ada di Kabupaten Bekasi
terkait dengan kemiskinan juga sangat memperihatinkan. Dinas Sosial Kabupaten Bekasi mencatat jumlah warga
miskin di Kabupaten Bekasi mengalami turun naik. Menurut data yang ada hingga
tahun 2017 lalu angkanya mencapai 520 ribu jiwa. Begitu juga hasil dari
pencatatan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlahnya
mencapai 520 ribu jiwa yang dikategorikan sebagai orang miskin, dari hasil
pemetaan jumlah warga miskin paling banyak berada di wilayah Kecamatan
Pebayuran.[4]
Khususnya desa Karang Haur yang merupakan salah satu desa yang terdapat di
kecamatan tersebut.
Ini merupakan pukulan telak bagi pemerintahannya, karena
berbanding terbalik dari realita yang ada, bahwa Kabupaten Bekasi merupakan
kawasan dengan pusat industri terbesar di asia tenggara. Kawasan-kawasan
tersebut diantarnya yaitu, kawasan industri JABABEKA dan kawasan MM2100.
[1]https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/01/02/1413/persentasi-penduduk-miskin-2017-mencapai-10-12-persen.html
Di akses pada tanggal 10 Mei 2019.
[2]http://www.potalgaruda.org/article.php/
Strategi pengelolaan zakat dalam pengentasan kemiskinan html. Di akses pada
tanggal 10 Mei 2019.
[3] Muhammad Abdul
Mannan, ”Teori dan Praktik Ekonomi Islam”, terj. M.
Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm.256
[4]http://poskotanews.com/2017/08/02/520-ribu-warga-bekasi-masuk-kategori-miskin/
di akses pada tanggal 14 mei 2019.
Post a Comment